2 Minggu di Instagram

Gara-gara tweet dari Pinot dan Ditut yang sekeluarga gemar menggambar dan bikin video stopmotion, mereka menyemangati untuk percaya diri dalam berkarya lalu membagikannya di media sosial. Masa bodoh dengan komentar orang-orang kalau dibilang jelek. Jadikan itu masukan, toh, yang terpenting adalah usaha dan prosesnya. Mereka juga mengajak untuk menggunakan media sosial dengan tepat, salah satunya sebagai portofolio karya.

Berbekal kesadaran bahwa ada trik psikologi di balik pembuatan media sosial, 2 minggu lalu saya memutuskan untuk aktif bermain Instagram. Sok-sok bikin konsep (ciye) kalau yang diposting menyampaikan kebenaran, sebisa mungkin tidak menyembunyikan hal-hal berantakan di balik sebuah foto, caption dipakai untuk bercerita, POV itu penting, ada informasi yang disampaikan, dsb.

Lalu menjadi bersemangat untuk membuat konten yang bermutu, sambil lihat-lihat dan follow akun yang bagus. Salah satunya adalah Pak Mario, bapak dosen yang sedang kuliah di Turki. Lihat timeline beliau jadi mendapatkan ilmu tentang analisis transformasi desain bangunan di Turki, dan macam-macam.

Oke, sudah ada gambaran akan diapakan akun Instagram saya. Sepertinya mateng banget yaa dan terkonsep tinggal eksekusi aja. Tapi tunggu dulu.

Dalam 2 minggu itu pula saya semakin sering berdebat dengan diri saya sendiri. Suara-suara seperti, “jah, kamu ngapain scroll-scroll instagram, ngliatin stories orang? Kamu ada deadline loh.” “Trus kenapa kalau mereka lagi makan tengah malam sama suami? Urusannya sama kamu apa?” “Cie, pengen jalan-jalan juga ya?” tapi ada juga makhluk lain di kepala saya yang bilang, “Eh dia update tuh, nyapa sana. Udah lama nggak ngobrol kan?” “Hey, dia kerja di tempat yang sejalur sama yang kamu pengenin. Tanya-tanya gih, siapa tau kan siapa tau.” Atau makhluk satunya lagi, “omg ijah, ngapain kamu posting begituan di instagram? Kalau mau galau mah di twitter atau blog aja. Instagram isinya orang bahagia semua, kamu ngrusak suasana deh.” “lama amat bikin caption”, “wkwkw, lagi ngintip udah berapa like yaa” “udah kena jebakan psikologis media sosial, nih kayaknya.”

Dan seterusnya dan seterusnya hingga kepala mau meledak.

Hah. *sodorin teh anget*

You are in charge of your life, jah. Allah pun tidak mengubah nasibmu kalau kamu tidak berusaha mengubah nasibmu. Jadi, SELF CONTROL.

Lalu Masupi ngechat ngasih link youtube lalu komentar, “life is looked good on social media, isn’t it?”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s