Review 1 dekade

Di twitter ramai orang-orang membagikan pengalaman selama 1 dekade. Saya tulis di blog saja karena sepertinya panjang. So, here is mine

2010: menjadi anak kelas 2 SMA yang nakal. Dikeluarkan dari kelas oleh guru Bahasa Inggris karena main surat-suratan dengan teman. Dapat hukuman membuat esai. Beberapa bulan kemudian, beliau pindah ke sekolah lain. Erupsi Gunung Merapi, mencekam dan suasana sedih. Ikut PMR untuk menjadi relawan di Pakem.

2011: Berdasarkan penilaian dari guru les, saya cocok kuliah di Desain Interior. Bapak tidak memperbolehkan saya kuliah di ISI yang ada jurusan Desain Interior, jadi memilih di Arsitektur. Dan hanya itu yang saya pilih karena tidak tau tentang jurusan lain. Hal ini yang saya sesali kemudian. Jadi anak kuliahan, berasa jadi dewasa. Bertemu dengan teman sejurusan di hari pendaftaran ulang, yang ternyata saudaranya teman SMA, yang kemudian menjadi salah satu teman dekat selama kuliah.

2012: mulai merasa salah jurusan.

2013: jadi asisten dosen, ikut banyak kegiatan: komunitas difabel, Book for Mountain, jadi panita OSPEK, main futsal, ke Semarang naik motor, sepedaan sampai Bendungan Ancol Kulon Progo, naik Gunung Merbabu, pulang malam,lupa rumah. Tahun ini jadi YOLO, apaa aja dicoba, senang, bebas.

2014: Pertama kali tinggal jauh dari keluarga. Kerja Praktek di Bandung. Maafkan saya tidak punya etika kerja, Pak. Saya berharap bisa memperbaikinya. Punya handphone. Punya tabungan di bank. Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Raja Ampat, Papua. What a journey! Sungguh belajar banyak tentang bagaimana menyiasati hidup yang pas-pasan, bagaimana untuk tetap bahagia di tengah keterbatasan. Patah hati ambyar remuk redam. Semacam dapet Dementor Kiss, mau kuliah susah bangun, mata sembab terus, susah fokus.

2015: Memutuskan untuk menarik diri dari dunia kampus. Saya tidak bisa bertemu dengan beliau yang bikin patah hati, tidak sanggup mendapat pertanyaan “kok udah nggak bareng dia lagi?”. Tidak, saya tidak membencinya, hanya merasa bodoh dan mulai menyakiti diri sendiri. Berat badan turun drastis. Alhamdulillah diterima magang di Bintaro dengan orang-orang dan suasana baru. Sungguh hidup saya terselamatkan oleh magang ini. Skripsian yang penting selesai, hasilnya entah.

2016: wisuda demi mendapatkan ijazah lebih cepat. Motoran sendiri, ganti baju di parkiran, setelah selesai langsung lepas toga, pulang. Teman-teman tidak mengira saya wisuda. Kerja serabutan, ikut proyek dosen, bantuin tesis kakak angkatan. Part time jadi asisten pembimbing Bahasa Inggris di Kumon,jadi kontributor di situs Pijar Psikologi. Apa aja dilakoni, tapi tetap merasa sepi dan kehilangan arah.

2017: saking seringnya gagal, saya terkejut diterima kerja kantoran di instansi pemerintah. Idealisme yang ndakik-ndakik seketika amblas, apalagi saya yang hanya sebagai anak kontrak.

2018: monoton. Seseorang yang hilang sejak 2014, akhirnya jelas bagaimana. Kami tetap melanjutkan hidup di jalan masing-masing.

2019: menyadari dan menerima banyak hal. Bahwa ada beberapa hal yang layak untuk diperjuangkan dan beberapa hal sebaiknya dilepaskan. Apakah seperti ini yang namanya grow up?

Ternyata 1 dekade sama dengan 10 tahun itu terjadi banyak sekali perubahan ya. Entah dari rutinitas yang dulu masih anak sekolahan, sekarang menjadi anak kerjaan. Dulu cara bersenang-senangnya harus dengan jalan-jalan melalang buana,sekarang di rumah saja merasa cukup. Dulu akrab dengan banyak orang, sekarang berteman secukupnya.

Begitulah. People change. Saya pun tidak menyadari perubahan ini hingga menulis ulasan. Entah di masa depan akan menjadi seperti apa diri saya. Bagaimana denganmu?

2019 review

Blog ini lama-lama hanya menjadi tempat untuk mengulas satu tahun terakhir. Dalam tahun 2019 ini pun, tidak banyak mengabadikan momen baik melalui tulisan maupun foto. Tunggu dulu. Saya baru saja membaca ulang buku harian untuk mengecek apakah saya melewati 2019 begitu saja.

Seperti yang saya duga 6 Februari 2019 pukul 05.37, tahun 2019 akan berlalu in a blink of an eye. Kantor lama terkena penyusutan organisasi, jadi kami bergabung dengan kantor pusat dan terjadi perombakan habis-habisan staf dan pejabat. Saya akhirnya mendapatkan bos baru yang alhamdulillah bisa membaca gambar, RAB, RKS, dan paham lapangan. Sering heran dengan lokasi penempatan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan/atau keahlian. Saya tidak ingin memikirkan ini terlalu jauh, tapi ya inilah kenyataannya dan saya hanya bisa menerima.

Satu tahun ini juga belajar banyak tentang berjuang dan melepaskan.

Berjuang untuk bangun tidur dan merasa baik-baik saja, menjalani hari tanpa pikiran yang berlebihan. Saya mendapat banyak pertolongan dari konsultasi ke psikolog. Tentang menyadari apa yang terjadi sehingga tidak mudah reaktif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Teorinya gampang tapi nyatanya saya masih ngegas kalau sedang capek, banyak kerjaan, mau menstruasi, kolega banyak nyinyir. Harusnya saya tetap tenang merespon. Ini hal yang terus menerus saya latih, walaupun sering gagal lalu berakhir mengutuki diri sendiri.

Eh nggak boleh. Mbak psikolog juga menyarankan untuk mengapresiasi diri sendiri, sekecil apapun itu pencapaiannya. Oh heyheey, akhirnya saya berani pergi ke mall sendiri untuk nonton film dan ternyata tidak masalah. Malah justru lebih enak sendirian dari pada bersama orang lain yang bikin nggak nyaman. Di tahun ini pula saya mulai berani mengalahkan tuntutan agar terlihat bagus dan sempurna ketika membuat animasi stopmotion, gambar atau apapun itu. Yang penting mulai aja dulu, bebaskan, dirutinkan. Saya sempat mengikuti kelas mendongeng dilanjutkan menjadi panitia Awicarita Festival di Rumah Dongeng Mentari. Semacam melakukan kembali hal-hal yang disukai tapi sempat terlupakan karena aktifitas monoton setiap hari.

Saya tidak ingin membicarakan banyak hal tentang kantor tapi kok ya hidupnya habis di kantor. Merasakan stagnan dengan rutinitas yang sudah paham polanya. Pindah ke kantor pusat berarti semakin banyak orang berarti kemungkinan gesekan semakin besar. Di penghujung tahun saya terjerumus dalam drama kantor yang kekanak-kanakan. Sakit hati, sedih sampai pusing dan mual. Sungguh buang-buang waktu kalau terlalu lama tenggelam dalam masalah ini. Jadi saya memilih untuk mempersilakan mereka melanjutkan dramanya, saya caw.

Gosip-gosip kantor yang berhembus dari dinding, bapak bos yang lucu tapi justru saya banyak belajar dari beliau. Kehidupan di kantor beserta orang-orangnya memberikan banyak hikmah. Baik yang supportif maupun yang seperti Dementor yang menyebabkan saya semakin pemilih untuk menjadikan mereka tempat bercerita. Saya sudah 3 tahun berada di sini. Kalau SMP, SMA, udah lulus lalu melanjutkan ke jenjang berikutnya. Tapi sekarang saya mau kemana? Saya tidak lolos berkali-kali dalam seleksi kerja dan mulai mencoba-coba hal lain. Iseng tapi serius (ini bahasanya om Pinot, my online hero). Nggak papa belum terlihat hasilnya, nikmati prosesnya. Usahanya dipolke, jah.

Saya masih gagal menjadi orang dewasa, memahami kehidupan yang adaa aja benang kusutnya. Merelakan hal-hal yang tidak bisa saya ubah tapi saya bisa mengubah bagaiman saya memandang hal-hal tersebut. Demi hidup yang lebih damai.

2019 ini saya berpikir ulang dan mendapatkan pandangan baru tentang hidup. Entah dari film, obrolan dengan teman, tulisan di sosial media (iya, tahun ini saya sedikit baca buku). Dulu sempat berkeinginan untuk menaklukkan dunia, tapi sekarang lebih ingin memanfaatkan apa yang saya punya untuk memberikan dampak baik walau hanya sedikit. I am so lucky to have all of this opportunity. Jadi don’t take this for granted.

People change, ya. Ini juga yang sedang saya pelajari untuk nrimo. Termasuk nrimo bahwa apa yang saya rasakan, pikirkan, dan yakini bisa jadi tidak selamanya.

Sungguh ulasan ini tidak runut dan lompat-lompat sekali dan terlalu malas untuk menyunting. Sudah yaa bye!  Mungkin ketemu lagi di ulasan 1 dekade. We’ll see.

2018 reveiw

Ketika sedang membaca blog orang, saya mendapatkan notifikasi anniversary 9 tahun telah bersama WordPress. Selamat yaa akuu. Di sisi lain merasa sedih karena 4 tahun terakhir tidak aktif membuat tulisan di sini. Niat selalu ada, tapi ya diwujudkan suka-suka.

Mumpung sedang dalam keinginan untuk menulis, marilah pertama-tama membuat review 2018. Walaupun sudah berlalu 2,5 bulan, semoga belum terlambat.

Career

Ditinggal resign Harriyadi dan Mas Hafiz, dua orang kolega tempat curhat macam-macam. “Ayo kapan ke Jakarta?” “Kapan nyusul resign?” “Isih ning Balai?” adalah pertanyaan asyeem yang sering mereka lontarkan dan bikin kangen. Ciye.

Di saat yang bersamaan merasa bosan dan menjadi robot. Semangat ngantor menurun. Lalu memikirkan betapa sia-sianya 8 jam kalau tidak dinikmati. Sempat izin 1 hari karena butuh liburan, tapi sama aja karena tetap dihubungi orang kantor. Untuk menjawab pertanyaan mereka dan mengatakan maaf saya sedang tidak masuk membutuhkan energi yang sama aja, jadi yaudah. But please, I need a break. Terngiang-ngiang apa kata Harriyadi atau Mas Hafiz lupa yang mana: jangan terjebak kenyamanan. Apakah ini jalan yang tepat? Sampai berapa lama seperti ini?

Sempat ikut kelas diskusi tentang karir. Ketika menceritakan pengalaman, saya sudah seperti mau pecah tangisnya, untungnya tertahan di tenggorokan.

Pada pertengahan tahun, salah satu pegawai cuti kuliah sehingga jobdesc beliau dialihkan ke saya. Sungguh awalnya sangat buta dengan menyusun anggaran kegiatan, lalu pelan-pelan belajar baca SHBJ, komponen kegiatan apa aja. Metani angka satu-satu. Melakukan ini semacam memberikan suntikan semangat melakukan sesuatu yang perlu mikir.

Menjelang bulan puasa, kami pindahan kantor. Semula ada di rumah joglo dengan karyawan 15an orang, lalu pindah di gedung pusat lantai 3. Tanpa lift tanpa eskalator, trap tangganya ketinggian. Mantap kempol jadi kenceng. Hal menyenangkan dari kepindahan ini adalah bertemu beragam orang, memiliki teman yang semakin banyak.

Di akhir tahun, giliran Mas Dimas yang resign. Seseorang yang banyak saya jadikan panutan dan minta petuah. Lagi-lagi pertanyaan muncul: sampai berapa lama saya mau di sini?

Tentu berbeda antara tidak bersyukur dan berusaha mencari sesuatu yang ‘lebih baik’ ya.

Oohya hampir lupa. Saya mendaftar CPNS di BNPB. Loh kenapa nggak di PU aja kan yang dibutuhkan banyak? Atau di pemda aja biar bisa di Jogja terus? Ada banyak alasan kenapa saya memilih BNPB. Sempat tes di Jakarta dan melihat teman kantor yang tidak tahu namanya. Kami berdua tidak lolos, lalu bertemu di kantor dan menertawakan nasib masing-masing.

Sempat mendaftar beasiswa Australian Awards. Karena setengah hati, ya tidak lolos.

Relationship

Hhhh, kenapa saya memasukkan judul ini? Baiklah.

Hubungan saya dengan orang-orang di sekeliling saya ada yang layu. Lingkungan yang dulu menjadi tempat berbagi canda tawa menjadi asing. Saya kira, saya yang terlalu menarik diri dari mereka karena negara api menyerang. Tapi ternyata bukan hanya saya yang mengalami pertemanan di usia dewasa semakin mengecil. Memang karena sudah sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak pernah halo halo lagi. Kalau bertemupun saya lebih banyak diam mengamati.

Ada juga hubungan yang sengaja dibuat layu, bahkan mati. Dulu kami begitu dekat lalu menjauh. Saya sangat naif menerima kehadirannya sekali lagi, membiarkan saya kembali merasakan kupu-kupu yang beterbangan tiap kali ada pesan masuk. Awalnya saya kira ini akan berjalan menuju yang lebih baik. Kami kembali bertukar kabar, mengerjakan proyek bersama. Namun, entah kapan saya menyadari bahwa ini hubungan yang tidak sehat, so many red flags. Dikasih tau teman dan orang rumah sih, “hmm, kamu yakin jah?” Kedatangannya tiba-tiba di depan muka harusnya membuat saya senang, tapi saya tahu ini bukan pertanda baik. Setelah 3 hari sering bertemu, saya mengantarkannya ke stasiun dan kami membicarakan apa yang menjadi ganjalan. Dia yang berbicara, saya menangis tidak tahu malu. Saya mengumpati diri sendiri kenapa begitu bodoh. Tidak ingin terpuruk untuk kedua kalinya, saya mencoba menjalani hari seperti biasa. Tapi ya kok badan tidak bisa dibohongi ya. Tiba-tiba menangis di kantor, sering gemetar dan deg-degan, pusing nggak karuan. Yang kami jalani tidak selamanya buruk dan saling menyakiti. Ada banyak sekali kenangan manis yang sayangnya masih saya ingat. Tapi memang akan lebih baik jika kami tidak menjalin hubungan seperti ini lagi.

Oke. Mari beralih ke hubungan yang tumbuh. Entah bagaimana saya sekarang kalau tidak ada Ratih. Dia yang cus gas ngapa-ngapain, mengajak jogging, sepedaan, kajian, yang menarik saya dari masa-masa kelam. Mega yang jauh di sana dan sibuk dengan keluarga kecilnya tapi masih selalu mau direpotin curhatan nggak jelas. Teman-teman SMA yang tidak pernah berubah.

Orang-orang kantor yang mengayomi dan mengajarkan how to be a grown up, untuk cuek dan nggak usah terlibat dalam drama kantor. Dan lalu berlanjut pada cerita-cerita hingga tengah malam. Ehe.

Health and Other Things

Karena tidak sengaja kecemplung jadi yaudah sekalian basah saja. Ikut membantu, jika bisa dibilang begitu, tesis teman. Walaupun pada akhirnya saya tidak tahu dipakai atau tidak karena tidak diperbolehkan melihat hasil akhir tesisnya. Nothing to lose juga sih, toh saya jadi belajar hal baru.

Memang ajaib satu orang ini. Dia bukan tipe yang suka kegiatan anak-anak tapi karena diajak oleh temannya jadi dia mengikuti Kelas Inspirasi. Saya mengerjakan tugasnya untuk membuat poster dan spanduk. Melakukan ini mengingatkan betapa saya menyukai hal-hal semacam ini: komunitas, anak-anak, pendidikan. Hidup mengharuskan saya belok sebentar ke jalur lain.

Karena hal-hal di atas, sedikit banyak mempengaruhi kesehatan. Pikiran-perasaan-tubuh adalah tiga hal yang saling berhubungan, masing-masing bisa menjadi sebab dan akibat. Saya sangat membenci tubuh saya yang kurus begini jadi tahun 2018 bersungguh-sunggguh untuk menaikkan berat badan. Target 50 kg terlalu muluk-muluk, sehingga saya turunkan tagetnya menjadi 45 kg. Tiap orang punya perjuangannya sendiri-sendiri. Ada yang bisa mudah menaikkan berat badan tapi sulit menurunkannya. Sedangkan saya sangat bisa menurunkan 1-2 kg dalam seminggu, tapi butuh perjuangan berbulan-bulan untuk menaikkannya. Sering pusing, mual tiap kali mau makan, tidak merasa lapar mungkin jadi penyebabnya ya. Selain itu, alhamdulillah sehat walafiat.

Hal yang tidak terlihat justru yang membuat ya tuhaan kuingin udahan aja plis tapi takut mati. Sungguh lelah hidup di badan ini dengan segala complicated issue. Rasanya ingin keluar dari diri sendiri. Satu momen di akhir tahun, saya memberanikan diri untuk menelpon biro konsultasi psikologi. Bukan hal yang mudah untuk mengakui vulnerabilities and ask for help. As it turns out, only you who can help yourself. Psikolog ‘hanya’ membantu membuka awan gelap yang menutupi otak yang bikin sulit berpikir jernih. Proses ini panjang dan melelahkan. Bolak balik berkali-kali dikuras pikiran, perasaan dan air mata …. dan duit. Ditlateni aja, keep going. Percayalah, everything will get better, entah betul-betul menjadi lebih baik atau setidaknya mampu berkompromi dengan diri sendiri dan keadaan. Dalam hal ini, I thank Mbak Nuzuli so much.

Teman dekat satu persatu menikah dan punya bayi. Married and having baby are real things, y’all. Semoga selalu strong ya bukibuk dan pakbapak.

Baiklah, it’s a wrap!

Jika dilihat dari kacamata burung, hidup saya baik-baik saja, masih bisa guyonan receh. Tapi kalau diperhatikan hal-hal kecil, I am a complete mess. Saya tidak bisa bertahan hingga sekarang tanpa nama-nama yang disebut di atas dan nama-nama yang sengaja tidak disebut –you know who you are.

Yaudah, beginilah kehidupan ya sodara-sodara yang memang ada bumbu sedap sedap asem. 2019 sudah masuk bulan ketiga. Target ini itu perlahan mulai ditapaki. Bismillah!