2022 review

Salam kenal, saya manusia yang sedang labil. Bulan Januari kemarin, sudah mulai menulis draft 2022 review tapi terhenti karena entah apa saya lupa. Setelah dipikir-pikir, buat apa membagikan kisah hidup personal yang bisa diakses banyak orang. Walaupun tidak ada yang baca blog ini juga, tapi tetap saja memberikan kesempatan. Lama kelamaan, saya memilih untuk hidup di bawah radar sosial media. Kalau mau post sesuatu, selalu double check, memikirkan baik-baik dan memastikan hal-hal yang menjadi concern saya.

Ternyataa ada yang baca blog ini wkwkw, lalu mengusulkan supaya saya menulis lagi. Antara terharu tapi heran juga ngapain baca blog ini. Baiklah. Sambil berlatih lagi menulis, inilah hidup saya di tahun 2022. Yeay!

Seperti biasa, sebelum menulis review tahunan di blog, saya membuka buku harian lalu membaca apa yang tertulis di dalamnya –tentang berbagai kejadian, pemikiran, atau perasaan.

Setelah akhir tahun 2021 mengambil keputusan besar dalam pekerjaan, hidup saya pun ikut berubah di tahun 2022. Jika dulu lebih banyak berkutat di ruangan berAC, sekarang berkawan dengan sinar matahari dan hujan. Jika dulu komputer dan kertas adalah teman, sekarang lebih banyak bertemu dan ngobrol dengan beragam jenis orang. Jika dulu bekerja bagai robot 9-5, sekarang lebih beragam. Mungkin ini yang terlihat dari luar tentang hidup saya. Tapi sesungguhnya lebih dari itu.Tempo hidup saya melambat sehingga memberi banyak ruang untuk berpikir dan merasakan –hal yang dulu saya abaikan hingga akhirnya meledak dalam wujud mual tiap pagi, ingin terjun tiap sore.

Satu bulan pertama di tahun 2022 ketika masih proses serah terima pekerjaan, pikiran saya terus berputar-putar pada “apakah ini keputusan yang tepat? Aku mengakhiri ini dengan baik nggak ya? Di umur akhir 20an, kok aku nekat keluar dari pekerjaan tanpa rencana cadangan?” saya merasa menerjunkan diri ke dalam rimba yang entah jalannya di mana. Tapi bedanya, ketika freshgraduate di tahun 2016 saya mudah risih ketika ditanyai tentang pekerjaan. Kali ini, saya lebih menerima dan embrace dengan status baru saya sebagai pengangguran. Bahkan bisa bercanda dengan jawaban, “iya, aku lagi ambil gap year

I take my time to figure things out. And I am forever grateful for the privillage that I have –something I didn’t notice before.

Bulan demi bulan berjalan, saya mendapatkan pekerjaan serabutan yang mengharuskan untuk bertemu banyak orang baru dengan latar belakang yang beragam. Harus ambil data, pula. Tersesat, diabaikan, dimarahi, digonggongi anjing, diajak curhat adalah hal yang kerap terjadi. Tentu saja lebih banyak orang-orang baik yang mempermudah pekerjaan saya.

Sebentar. Ini membicarakan tentang pekerjaan melulu seolah-olah hidup hanya untuk bekerja. Padahal banyak hal seru yang dilakukan. Untuk kesekiankalinya bersama sebuah LSM favorit, saya ikut kegiatan pengembangan diri dengan bermain games bersama adik-adik pelajar penerima beasiswa pendidikan. Ikut jadi panitia festival dongeng di hutan pinus untuk anak-anak tapi orang dewasa banyak yang nonton.

Saya juga akhirnya bisa bertemu dan berkomunikasi lebih sering dengan teman-teman saya yang tidak banyak itu. Teman yang bukan hanya memberi dukungan, tapi juga tidak segan mengoreksi apa yang perlu diperbaiki. Ada rasa bersalah menggelayut ketika berinteraksi dengan mereka. Mengapa saya sebelumnya tidak meluangkan waktu untuk sekadar bertukar kabar atau kirim meme. Mungkin pertemanan usia dewasa tuh seperti ini, ya. Bukan karena ada permasalahan, we just simply grow apart. Masing-masing punya kesibukan. Ada yang jika bertemu lagi, masih bisa cerita panjang lebar susah berhenti. Tapi ada juga yang justru bikin awkward “kok udah beda, ya?” Nggak papa. Nggak perlu memaksakan untuk mempertahankan hubungan sama seperti dulu.

Di sosok kakak, saya menemukan tempat pelarian selama masa hiatus ini. Mengunjungi mereka dengan melakukan perjalanan luar kota sendiri, berkeliling sudut kota yang belum pernah saya telusuri. Dalam lamunan, saya merasa kehilangan hidup selama 5 tahun ke belakang. Sedih, ya. Mungkin karena saya tidak menikmati momen-momen sederhana di antaranya. Semua terjadi begitu cepat. Permasalahan satu selesai, langsung ada permasalahan berikutnya. Atau malah terkadang dihajar berbagai permasalahan sekaligus. Saya lupa untuk berhenti dan menyadari apa yang sedang terjadi di hidup saya. Mereka juga mengajak melakukan hal-hal yang dulu saya sukai –mendaki bukit, masuk ke hutan untuk melihat air terjun, berkemah di tepi danau, melamun di pinggir pantai, atau sekadar berkeliling tanpa tujuan. Dari keponakan, saya jadi ingat kalau pernah menikmati membaca buku, menulis, atau membuat coretan gambar. Salah satu yang menjadi titik balik, saya memulai berolahraga secara rutin.

Dari sana, saya pelan-pelan menemukan kemampuan untuk bisa ngepuk-puk diri sendiri, untuk tidak merasa jijik hidup di badan ini, untuk bisa menyemangati diri sendiri “ayo, jah”. Tentu saja, ini bukan proses yang menunjukkan peningkatan terus. Ada kalanya saya hanya nyungsep di kasur seharian. Tapi saya punya satu alasan konyol sebagai motivasi untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan baik ini.

Walapun terkadang masih bingung hidup ini mau dibawa kemana (karena banyak maunya), setidaknya sekarang saya sedikit lebih bisa bukan hanya menerima apapun yang terjadi tapi juga menertawakannya. Untuk saat ini, itu saja sudah cukup. Saya di 2021 tidak akan pernah terpikir bisa seperti ini di tahun 2022. So, well done, jah. Kalau kata bapak-bapak yang berpose sambil mengepalkan tangan: lanjutkan perjuangan!

Sekarang bulan Maret. Sudah banyak hal-hal menarik yang terjadi di 2023. Tapi akan saya simpan dulu untuk diceritakan nanti di awal tahun depan. Sangat excited bagaimana 9 bulan ke depan akan saya jalani. Plus, I turn 30 this year. Wohooowww!

Tentang Berbagai Hal Random

Beberapa hari terakhir, Jogja lebih sering mendung dan berhawa dingin. Cuaca yang saya sukai. Tadi sore, hujan turun lebat menggugurkan banyak daun dan membuat atap rumah bocor. Sambil ngepel genangan air yang cukup banyak, bapak bilang kalau ingin mengganti bentuk atap. Pembicaraan yang sudah sering dilontarkan, entah kapan direalisasikan.

Saya duduk menghadap laptop, memutar Kissing in The Cold dari JP Saxe dan Julia Michaels. Lagu yang baru saja tau dari mbak Fenty Monster Buaya. Saya membuka draft tulisan yang sudah dibuat sejak kemarin. Setelah membaca tulisan mbak Puty tentang kehidupan di usianya sekarang, saya terpikir untuk membuat bonus tulisan di blog yang biasanya hanya ada satu tulisan pertahun.

Tapi hidup saya tidak cukup menarik untuk diceritakan, atau saya yang tidak terlalu nyaman menceritakan.

Dari berbagai alternatif paragraf yang sudah saya tulis, alih-alih melanjutkan lalu menyuntingnya, saya malah membuat tulisan baru. Pikiran saya ruwet dan melompat-lompat. Jari saya berhenti mengetik, mengambil buku Modern Love yang berisi kumpulan kolom personal essay dari New York Times. Kok bisa ya orang bikin tulisan curhat tapi tidak seperti curhat.

Ah, andai saja dulu saya menerima penawaran Mbak Nyonyo untuk ikut Kompas Muda atau saya lanjutkan proses pendaftaran Bulaksumur Post. Penyesalan di hidup saya justru lebih sering karena hal-hal yang tidak saya lakukan. Tapi yaudahlah, ya. Saya juga tidak akan menjadi seperti sekarang kalau melakukan itu.

Semakin tua semakin mudah dan legowo untuk “yaudahlah, ya”. Gagal ini itu? Yaudah, coba lagi. Jalan hidup harus muter-muter? Yaudah, yang semangat. Nggak ada teman main? Yaudah, sendiri juga nggak papa. Nggak bahagia? Yaudah, namanya juga hidup ada naik turunnya.

Trus sekarang apa kabar, saya?

Walaupun sekarang seperti sedang berada di dalam terowongan gelap, yang cahaya di ujung sana terlihat kecil dan jauuh sekali, setidaknya saya masih melihat cahaya dan (akhirnya) bisa merasa tenang. Jadi saya pikir, kalau saya terus berjalan selangkah demi selangkah, semua akan baik-baik saja.

2021 review

Setelah menonton Weekly Vlog 00:44 milik Pandji, saya ingin segera menyelesaikan tulisan ini.

Review 2021 kali ini, saya akan menjawab pertanyaan dari unggahannya @beradadisini di Instagram.

What are some of the most memorable things that happened to me last year?

Sabtu, 14 Agustus 2021 sore, saya sedang rebahan sambil bermain ponsel ketika Bulik menelpon. Belum sempat saya angkat, dering sudah berhenti. Seketika jantung saya berdebar sangat kencang mengingat Bulik sedang terbaring di rumah sakit karena Covid-19. Pikiran saya melayang-layang. Dering ponsel lain berbunyi. “Oh, Ibu tidak membawa handphone.”, batinku. Setelah memencet tombol hijau, dari seberang sana Bulik menyampaikan, “dek, butuh donor plasma”, katanya sambil terengah-engah karena harus mengatur nafas. Kali ini dada saya seperti disiram air panas. Saya menjawab,”Iya, ini dicarikan. Bapak sama Ibu sedang pergi, nanti taksampaikan.” Telpon ditutup. Saya menangis sambil menulis pesan di grup whatsapp. Semenjak itu, saya tidak bisa berpikir jernih.

Hampir 2 minggu berselang, Bulik sudah boleh pindah ke bangsal umum. Sambil mengantar Ibu untuk bergantian menunggu Bulik, saya dan sepupu berkesempatan bertemu. Kami bercanda. Bulik menceritakan bagaimana dulu ia mengasuh saya sejak lahir. “Pinjem Ibu dulu ya, dek” kata Bulik. Keesokan harinya, suasana rumah hening. Saya dan bapak banyak berkutat dengan ponsel sambil berkomunikasi dengan Ibu. Ketika maghrib bapak masih di masjid, Ibu menelpon. “Adek, Mbak Ismi nggak ada. Cepet kesini.”  Tangisnya pecah. Saya hanya menjawab, “Ya. Oke”.

What are some of the most challenging things for me last year?

Membaca ulang review tahunan sebelumnya, saya tersenyum sambil ngepuk-puk diri sendiri. Wacana untuk resign yang sudah ada sejak tahun 2018 akhirnya terwujud di tahun 2021. Ini bukan keputusan yang mudah karena bisa dibilang saya nekat. Jika ditanya mengapa mengambil keputusan ini, saya kesulitan untuk menjawab dengan satu alasan.

Oh sebentar. Resign bukan istilah yang tepat. Karena saya pegawai kontrak tahunan, istilah tidak memperpanjang kontrak terasa lebih cocok. Tapi marilah kita pakai istilah resign saja.

Masih teringat ketika ikut rapat evaluasi bulanan di tahun 2018, setelah pembicaraan yang panjang, pemimpin rapat mendorong kami –para pegawai kontrak untuk mencari kesempatan bekerja di tempat lain yang lebih baik. Saya yang ketika itu masih cupu, terbuka pikirannya dengan berbagai kemungkinan yang ada. Sejak saat itu, saya berpikiran ibarat hewan yang bergelantungan. Dia akan melepas pegangan di satu dahan, jika tangan lain sudah menggapai dahan berikutnya. Tahun demi tahun, saya tidak mendapatkan dahan selanjutnya untuk dipegang.

Sampai akhirnya di tahun 2021, pikiran saya banyak bertengkar. Pekerjaan ini nyaman loh, kamu sudah tau ritmenya. Ini juga pekerjaan yang terbukti tidak goyah diterpa Covid-19, tapi rawan goyah karena status pegawai kontrak. Di saat yang bersamaan, sayapun merasa semakin loyo melakukan pekerjaan kantor, mati rasa dan jadi robot aja gitu. Gimana? Mau selamanya bekerja di sini atau mau mencari tantangan baru?

Katanya, menulislah jika pikiran sedang ruwet. Saya tuliskan hal-hal positif, negatif beserta ketakutan yang menghantui. Apakah saya akan baik-baik saja setelah ini dan berbagai bagaimana jika begini bagaimana jika begitu. Katanya lagi, kalau itu yang bikin kita takut, itulah yang dikejar.

So, good job, jah for being so brave taking this decision.

What are the things form last year that I want to do more this year? What are some of the things I am curious about/interested in?

Di kepala ini banyak bersliweran ide-ide membuat project dan belajar hal-hal baru. Semoga bisa tekun dan gigih menjalani yaa di tahun 2022 ini.

What are the things from last year that I want to do less this year? What are some of the things I want to let go/stop doing?

Pesimis, nggak pede, nggak menghargai diri sendiri. Ayok jah, don’t be too hard on yourself.

Which role I would love to take this year, and which role I wouldn’t mind taking?

I don’t mind for not being in the spotlight all the time. Saya suka menjadi cheerleader hidup orang.

Who are the people that helped me make last year fun, enjoyable, memorable, or bearable?

Di awal tahun, kami mendapatkan  pegawai kontrak baru, namanya Salma. Dari pertama kali masuk ruangan, saya sudah terpana. She is one of a kind. Sat set, cepat belajar. Dari tempat saya duduk, saya sering melihat Salma mencatat berbagai hal. Di waktu senggang, ia browsing tentang topik arkeologi.

Pada suatu waktu ketika ada tugas keluar berdua, kami mengobrol banyak mengenai pekerjaan dan rencana-rencana ke depan. Ia menceritakan tentang kegelisahannya, sayapun mengamini. Beberapa bulan kemudian, ia menyampaikan kalau diterima S2 di beberapa negara di Eropa. Good for her! Walaupun hanya 8 bulan kami bekerja bersama, Salma punya andil yang besar di hidup saya. Ia menyadarkan banyak hal terutama tentang nilai-nilai hidup yang tanpa sadar telah saya tinggalkan.

From a gentle heart, what advise would I give my future self to face 2022?

Halo, jah! Setelah 5 tahun hidup dengan rutinitas yang sama, di tahun 2022 ini mulai dari nol lagi semuanya. Take your time to figure things out. Di tahun ini juga akan belajar banyak hal yang mungkin membuat tidak nyaman. Rasakan dan rayakan setiap momen yang dilalui. Kamu akan baik-baik aja.  

Akhirnya jadi juga! Lumayan susah yaa untuk melihat ke dalam diri sendiri lalu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Terima kasih sudah membaca sekelumit tentang hidupku.